Sejak kecil, aku tak pernah tahu mengenai jalan hidup yang kuinginkan. Seringkali merasa heran dengan orang-orang yang tahu apa yang ingin mereka lakukan di masa depan di saat aku sendiri tak tahu banyak tentang dunia, bahkan tentang kehidupanku sendiri. Yang ku lakukan saat itu hanyalah mengikuti apa yang orang-orang di sekitarku lakukan. Dulu, aku tak pernah memikirkan tentang rencana dan tujuan hidup. Jawaban yang terucap dari setiap pertanyaan mengenai rencana hidup ke depan hanyalah kata-kata spontan hasil tiruan dari lingkungan sekitar. 

    Seiring berjalannya waktu, dunia yang kujejaki karena ketidaktahuan itu membawaku pada perenungan tentang hidup. Aku mulai mempertanyakan tujuan dan rencana hidupku, dimana hal itu menumbuhkan keinginan-keinginan tentang banyak hal. Aku mulai tahu rasanya memiliki keinginan. Aku mulai tahu rasanya memiliki kehidupan yang diimpikan. Aku pun mulai mengukur-ngukur hal yang menurutku baik dan tidak baik untuk kehidupanku. Mendebarkan. Ada rasa yang menggebu-gebu saat memikirkan berbagai macam keinginan dan rencana kehidupan di masa depan. Aku pun merasakan kelegaan karena akhirnya aku tahu apa yang ingin aku lakukan ke depannya. Hidupku akan lebih bermakna, pikirku.

            Namun, perjalanan hidup yang direncanakan tak semulus yang kupikirkan. Nyatanya, aku ada di lingkungan yang meyakini bahwa hidup ini tak bisa direncanakan sendirian. Ada orang di luar diriku yang ingin turut andil dalam menentukan jalan hiduku ke depan. Terlebih lagi jika apa yang direncanakan bertolak belakang dengan apa yang mereka pikirkan, aku tak bisa berkutik. Keinginanku bisa nyaris tinggal angan-angan.

            Di saat seperti itu, aku sadar bahwa bersandar pada kemauan yang kuat tidak lah cukup untuk menjalani hidup sesuai keinginan. Sebagaimana hitam yang selalu bersanding dengan putih, perlu ada ruang ikhlas yang harus disisihkan di samping keinginan-keinginan yang besar dan menggebu. Meski pada kenyataannya, tak jarang pertanyaan-pertanyaan timbul dalam diri tentang jalan yang harus dipilih. Benarkah mimpi-mimpi yang belum sempat terkejar harus dengan begitu mudahnya dilenyapkan? Atau.. perlukah mencoba mengejarnya terlebih dahulu sampai Tuhan benar-benar menunjukkan ketidakmungkinan jalan tersebut langsung di depan mataku?

            Sampai saat ini, aku tidak bisa benar-benar menentukan keputusan yang mutlak. Meskipun saat ini aku sedang berada di jalan yang bukan menjadi pilihanku sepenuhnya, aku masih menganggap bahwa kesempatan tetap akan terus terbuka lebar untuk orang-orang yang ingin mencoba. Memang benar, separuh dari diriku telah memasrahkan pada semesta untuk bekerja sebagaimana mestinya, tapi mimpi-mimpi itu masih ku genggam erat dalam separuh diriku yang lain sampai tiba masa yang tepat untuk memperjuangkannya. Di tengah perjalanan yang panjang ini, masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan bahwa mimpi tak selalu bisa tergapai. Selama langkah terus diiringi dengan keyakinan dan tawakal, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan menuju takdir terbaik melebihi mimpi-mimpi yang digaungkan.

                     Sejak kecil, aku tak pernah tahu mengenai jalan hidup yang kuinginkan. Seringkali merasa heran dengan orang-orang yang ...