Bagaimana batas seseorang dikatakan berselingkuh?
Cinta dan hubungan
romansa merupakan hal yang dapat membuat segenap jiwa dan pikiran seseorang
akan terasa penuh. Sebagai makhluk yang memiliki kebutuhan dasar ingin
dicintai, disayangi dan dikasihi, manusia seringkali menaruh harapan besar
terhadap hubungan asmara atau perasaan cinta yang ia miliki. Salah satu hal
yang menjadi pengharapan besar setiap hubungan asmara adalah kesetiaan satu
sama lain sebagai pasangan. Ia yang menjalani hubungan asmara dengan seseorang,
biasanya mengharapkan kesetiaan dari pasangan dengan menjadikannnya
satu-satunya kekasih. Hal yang mendasari keinginan tersebut tak luput dari
kebahagiaan dan kedamaian yang menjadi tujuan akhir setiap hubungan bagi sebagian
besar orang. Menurut hemat saya pribadi, orang-orang yang mengagungkan
kesetiaan beranggapan bahwa kesetiaan merupakan bentuk tanggung jawab diri sebagai
seorang kekasih dan cerminan dari rasa cinta. Sebaliknya, ketidaksetiaan atau
pengkhianatan merupakan bentuk kejahatan dalam hubungan asmara yang merusak
esensi dari cinta itu sendiri.
Lalu, apa yang menjadi
batasan seseorang dikatakan tidak setia, berselingkuh atau berkhianat?
Batas perselingkuhan yang
dilakukan salah satu pihak bergantung pada toleransi dari masing-masing orang.
Setiap orang memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap sikap pasangan
kepada lawan jenisnya. Pada intinya, sikap yang dapat memicu tumbuhnya perasaan
atau hubungan baru bisa menjadi kunci batas pengkhianatan. Memberikan perhatian dan waktu kepada orang lain selain pasangan bisa dianggap selingkuh. Membuat orang lain merasa dia punya kesempatan untuk memiliki juga bisa dianggap selingkuh. Seseorang juga bisa
menganggap pasangan yang melakukan flirting dan komunikasi intens bersama
orang lain sebagai bentuk perselingkuhan, tapi ada pula yang masih bisa
mentoleransinya dengan batas-batas tertentu. Batas perselingkuhan tidak bisa
disamaratakan. Bahkan perselingkuhan bisa saja terjadi meski tidak ada status
dalam sebuah hubungan. Semua bergantung pada toleransi dan kesepakatan kedua
belah pihak. Namun, meski tak ada kesepakatan yang secara langsung dibicarakan,
seharusnya masing-masing orang bisa mengukur bentuk sikap seperti apa yang berpotensi
menyakiti hati pasangannya jika ia bertindak demikian. Ia yang mengerti cara
menghargai pasangan dan perasaan yang dibangun akan secara otomatis bisa bijak
dalam bersikap. Adapun perselingkuhan seharusnya bukanlah pilihan yang tepat meski atas dasar apapun alasannya.
Terdapat beberapa hal yang seringkali dijadikan alasan seseorang berselingkuh. Di antaranya karena timbulnya
rasa bosan terhadap hubungan, hilangnya rasa cinta kepada pasangan, tumbuhnya
ketertarikan kepada orang lain atau sekadar ingin merasakan sesuatu yang
berbeda selain dari hubungannya saat itu. Alasan-alasan tersebut sebenarnya
wajar terjadi pada seseorang, tapi yang menjadi tidak wajar adalah respon
seseorang yang menyikapi hal tersebut dengan berselingkuh. Meski tidak bisa lagi mengatasnamakan cinta, seseorang
seharusnya menghindari respon berupa perselingkuhan setidaknya atas dasar
tanggung jawab sebagai manusia yang memilih menjalin hubungan. Ia yang mampu
bersikap bijak dan mengerti cara menghargai orang lain akan bisa memilih respon
yang lebih mulia dari perselingkuhan, entah itu dengan mencari solusi atas
permasalahan tersebut bersama pasangan atau mengakhiri hubungan dengan
pasangannya terlebih dahulu.
Hubungan adalah tentang
kerja sama dua orang. Menenggelamkan ego masing-masing untuk kebaikan bersama adalah
kunci keberhasilan sebuah hubungan. Bukankah hubungan asmara yang baik adalah
hubungan yang tetap dijaga esensinya meski pada akhirnya tidak bisa bersama?