Prosa: Keras Kepala
Aku akui diriku terlalu lemah
dan keras kepala.
Di tengah realita yang tak
kunjung berpihak,
Aku masih nekat merindu dan
memikirkanmu.
Di saat kamu sudah merasakan
banyak kebahagian dengan yang lainnya,
Aku masih terjebak dengan keterpurukanku
sendiri.
Kadang aku berpikir bahwa
kesetiaan dan ketulusan cintaku yang tak kunjung habis ini tak pantas ditujukan
kepada kamu yang sudah menjalin cinta dengan yang lainnya.
Tapi nyatanya, pikiranku memang
hanya diam di tempat.
Ia tak pernah mampu mengalahkan
suara hati yang berteriak-teriak memujamu tanpa henti.
Hubungan kita yang dulu ku
anggap begitu sempurna selalu terngiang dalam pikiran
Karena sungguh, aku tak hanya
menyayangimu. Aku juga memuja hubungan kita yang dulu ku kira akan mampu melahirkan
hal-hal hebat untuk dunia.
Tapi ternyata semua itu hanya
bisa aku genggam dalam angan
Realita mematahkan ekspektasiku
terhadap berbagai macam hal yang dulu ku anggap sempurna
Baik itu kamu maupun hubungan
kita dulu.
Setelah restu melenyapkan hubungan
kita,
Aku masih dibuat kelimpungan
melihatmu menyusun kebahagiaan lain bersama orang lain di belakangku.
Aku kira hubungan kita akan
berakhir dengan cara yang mulia
Ternyata masih juga diliputi
bercak-bercak yang menodai kisah cinta kita.
Meski yang ku dengar dari dirimu
selalu berupa sangkalan bahwa yang kamu lakukan tidak kamu sadari akan
melukaiku,
Tapi aku yakin kamu tak akan
kuasa jika hal-hal yang kamu lakukan bersamanya dilakukan di depanku.
Jadi, harus frustasi berapa kali
lagi aku memikirkan ini semua?
Apa tidak bisa takdir terjadi
sesuai keinginanku?
Kamu meninggalkan wanita itu,
lalu kembali padaku memperjuangkan hubungan kita.
Egois memang
Tapi keegoisanku hanya berakhir
pada tulisan ini dan pikiranku sendiri